Dua hari
sudah ayesa mengurus usahanya sendiri, menambah
pernak-pernik ini-itu pada tas cantiknya.
“Yes, di Batam ada juga lho tas-tas yang
kayak AYERIS CRAFT. Lebih bagus, maju, terkenal juga, padahal brand itu masih
baru. Namanya ALRIS CRAFT ” ucap Nita—teman Ayesa yang direkrut untuk
membantunya.
“Di Batam? Kayak punya kita? Kok bisa? ”
Batam adalah tempat tujuan Risa
berjualan. Dan kemarin Alan—sebagai ketua Rohis izin mengadakan pertemuan
dengan keluarganya di batam. Apa maksudnya? Ayesa bergegas menuju gudang
penyimpanan,hendak mengecek tas-tas plastiknya,dan mengambil notebook pentingnya yang ia sembunyikan
di laci lemari sudut gudang.
“Astaghfirullahaladzim.”
Ayesa menutup mulutnya, ia benar-benar
bingung. Apa Risa mengambil notebook
penting berisi cara-cara pembuatan tas dan mengambil sebagian tas-tas plastik
yang di gudang.
“Nit, kamu tahu siapa yang terakhir
masuk gudang? ”
Nita tetap serius menatap layar
monitornya, tanpa menghiraukan pertanyaan Ayesa.
“Risa dibatam ya ,Yes? ” tanya Nita pada
Ayesa tanpa beralih dari monitor yang penuh gambar-gambar tas plastik hasil
buatan Ayesa.
Ayesa mendekat. Dia menatap wajah Nita.
Lekat.
“Betul.”
“Ini buatanmu, kan?”
Keduanya melihat tas-tas yang persis
dengan buatan Ayesa. Ayesa mengenalinya dengan baik.
“Akan kutanyakan pada Risa. Kita tidak
bisa menuduhnya begitu saja.”
Nita mengiyakan. Ayesa menekan kontak
Risa. Risa mengakui akan kecurangannya. Perlahan, dia menatap ke luar jendela. Rasa
sakit begitu kuat menohok hatinya. Tapi, mungkin akan lebih baik berusaha
memaafkan. Bagaimana pun caranya. Selesai.
Cerita sebelumnya bisa baca di sini