- P.A Sabilul Huda. Alamat: Sukunan, Jl. Kaliurang km. 17 Pakem Sleman. (0274) 895475. Pimpinan Prawoto Agung Wiryawan, jumlah anak asuh 100 anak putra dan putri.
- P.A Al Hakiem. Alamat: Padasan, Pakembinangun, Pakem. (0274) 898222. Pimpinan Drs. H. Sigit Warsito. M.A. Jumlah anak asuh 90 santri putra dan putri.
Minggu, 05 Juli 2015
Panti Asuhan di Yogyakarta
Buka Bersama (3)
![]() Dokumen pengasuh | ||
Cerpen Juara 2
Kemarin saya sudah posting cerpen yang juara di JRB (JEC Ramadhan Berbagi). Ini dia cerpen juara keduanya. Selamat membaca ...
Agen Perubahan Desa
Anis Rinanda—PAY Khoirun Nisa’-Berbah,
Sleman—Kelas 9
“Sekali lagi saya menghimbau kepada
kalian semua agar bisa menjadi agen perubahan untuk desa kita. Sekian saya
tutup acara pada siang hari ini. Wassalamu’alaikum.”
Kak Langen—ketua Karang Taruna desa Parakan
begitu semangat menutup pertemuan rutin bersama anggotanya. Sementara itu,
Anifah dan teman-temannya bergegas keluar Balai, seakan sudah tak tahan lagi
dengan hawa gerah di ruangan itu. Pancaran terik matahari memang berada tepat
di atas kepala.
“Ayo, Fah! Udah panas banget nih.”
Anifah mengajak Kafah yang sedang asyik
membuka–buka buku catatannya.
“Iya, iya ... cerewet amat sih kamu. Ini
juga mau ditaruh tas. Kenapa gak minta mamamu aja buat njemput? Aku dah gak
tahan, panas banget nih,” tegas Kafah.
Mereka
berdua terus berjalan, matahari begitu
menyengat. Sepo-sepoi angin berembus menyejukkan. Hingga sampailah di perempatan—perbatasan
dengan desa sebelah.
Seorang pedagan es dawet di bawah pohon
Ketapang seolah menjadi surga bagi mereka yang tengah melintas. Sembari
menunggu jemputan, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk memesan es dan duduk
di sana.
Kedua remaja kelas tiga SMP di
Banjarnegara itu tampak begitu menikmati minuman khas daerahnya. Rasa dingin
bercampur manis begitu memanjakan lidah dan kerongkongan mereka. Pohon di atas
mereka pun benar-benar membuat mereka betah berlama-lama di sana.
Anifah melihat tumpukan sampah yang sangat
berbau busuk di selokan air—di pinggir
jalan, hal itu membuat dirinya kehilangan selera untuk melanjutkan minum. Sementara
Kafah asyik bermain dengan ponselnya, hingga tak menyadari hal tersebut.
Desa kelahirannya yang dulu begitu
bersih, hijau , dan asri kini perlahan mulai kehilangan itu semua. Suara
klakson sepeda motor ibunya segera menyadarkan Anifah dari lamunan. “
Ayo Fah ibumu sudah datang, jangan
melamun terus” ajak Kafah kepadanya. Mereka berdua pun meninggalkan tempat itu
dan segera pulang.
***
Keesokan harinya, seperti biasa, Anifah
dan Kafah ke sekolah berjalan kaki. Suasana pagi begitu sejuk karena hujan yang
mengguyur desa malam tadi. Ia beruntung bisa menghirup udara pedesaan seperti
ini. Di tengah-tengah perjalanannya tiba-tiba Kafah terpeleset sampah yang
berserakan di jalan. Kaki Kafah terkilir, hingga ia harus kembali ke rumahnya.
***
Bel tanda pelajaran berakhir pun
berbunyi. Semua murid beranjak dari kelasnya pulang ke rumah masing-masing,
begitupun Anifah. Pikirannya kini tertuju pada Kafah, sahabat yang biasa
menemani ia selama perjalanan pulang. Namun kini ia sendiri, geram rasanya bila
mengingat kejadian itu. Karena ulah orang yang tak bertanggung jawab, hingga
sampah yang mereka buang mencelakakan sahabat karibnya.
Langkah kaki Anifah begitu cepat,
teriknya matahari membuatnya ingin sampai di rumah. Ketika melintas di kampung
sebelah ia mendapati seorang ibu rumah tangga yang tanpa ragu sedang membuang
sampah ke selokan pingggir jalan. Melihat hal tersebut terpikirkan olehnya
bahwa sampah itulah yang akhirnya mampir ke jalan-jalan di desanya.
Tanpa pikir panjang dia langsung
mendekati ibu tersebut.
“Maaf, Bu. Bukannya saya lancang, tapi
saya mohon ibu jangan membuang sampah di sini. Sampah yang ibu buang ini kalau
terbawa air nantinya ke kampung saya yang kena dampaknya”.
Anifah menegur dengan halus.
“Ko kie sapa? Esih cilik wis
ngatur-ngatur wong tuwa.[2] Terserah saya mau buang sampah dimana,
ini bukan urusanmu.” jawab sang ibu dengan ketus.
Anifah pun tak kalah membela diri, “Tapi,
Bu, kebersihan lingkungan ini tanggungjawab bersama, ini juga demi kebaikan
kita juga. Sudah sepantasnya kita saling mengingatkan.”
Sang ibu masuk ke dalam rumah tanpa
menghiraukan perkataan Anifah.
Hati anifah begitu sedih dengan ucapan ibu
tadi. Niat baiknya di tampar begitu saja. Ingin rasanya ia menyadarkan
orang-orang semacam itu. Gadis berjilbab nan cantik itu segera melanjutkan perjalanannya,
dalam langkahnya ia bertekad, Aku harus
bertindak, aku harus bisa mengembalikan desa ini seperti dulu, gumamnya
dalam hati.
***
Hari ini Minggu, pagi yang cerah
menyambut Anifah. Anak seorang guru itu sudah bersolek rapi.
“Anifah, tolong belikan ikan di pasar,
Ibu akan pergi ke tukang jahit.” Pinta ibunya. “Baiklah, Bu. Anifah segera
berangkat.”
Tak lama menunggu, ia segera berangkat
dan kembali membawa beberapa ikan segar. Namun, di tengah-tengah perjalanan
pulang ...
Brak!
Terdengar suara mengejutkan, ia berusaha
mencari tahu asal suara itu. Ternyata seorang wanita pengendara sepeda motor
terjatuh di perempatan. Ia tampak kesulitan untuk berdiri, segera Anifah
berlari memapah wanita itu ke pinggir jalan.
“Ibu tak apa?”, tanya Anifah sopan.
“Engga, gak papa kok dhe, Cuma sedikit
tekilir saja, terimakasih ya.”
Ibu itu pun bangun dan memberdirikan
motornya.
“Disini memang begitu, Bu. Kalau habis
turun hujan selain licin, sampah pun naik ke atas jalan, makanya saya harus
hati-hati.”
Sang ibu memperhatikan wajah Anifah yang
tampak lelah itu. Singkat cerita ternyata wanita itu adalah ibu-ibu yang
dijumpainya kemarin siang ketika tengah membuang sampah di selokan depan
rumahnya.
“Bukannya kamu yang kemarin lewat di
depan rumah saya, Nduk?”
“Iya betul, Bu,” jawab Anifah sopan.
“Jadi ini sampah yang kamu maksud? Yang
berasal dari kampung saya? Saya benar-benar malu pada diri sendiri. Ternyata kamu benar, maafkan ibu kalau
kemarin melukai perasaanmu.”
Sang ibu bicara sambil memijat-mijat
kakinya yang terkilir.
“Benar, Bu. Iya tidak apa-apa. Sudah
menjadi kewajiban kita untuk saling mengingatkan,” jawab Anifah dengan
senyumnya yang manis.
“Kita harus bertindak, hal ini tidak
boleh terus menerus terjadi, kita harus menghimbau warga untuk bekerja bakti
membersihkan kampung.”
Sang ibu begitu bersemangat, kini
pikirannya telah terbuka. Ibu Salmah—nama ibu tersebut bersedia membantu Anifah
mengumpulkan warga di Balai Desa setempat. Dalam hati dia bertanya, kok bertindak sendiri, ya?
“Sudah kamu tenang saja, nanti saya yang
bilang ke Pak Kades tentang masalah ini, kamu tinggal membuat rencana
kegiatannya saja,” tegas Bu Salmah seolah tahu yang dipikirkan Anifah.
“Wah, terimakasih banyak, Bu. saya benar-benar
senang mendengarnya.”
Suara adzan duhur kini telah berkumandang,
Anifah segera memapah Bu Salmah yang masih kesakitan menuju ke masjid yang tak
jauh dari tempat mereka istirahat tadi.
Dengan dukungan dan bantuan dari
kawan-kawandan Ibu Salmah, Anifah mengajak para warga desa untuk bekerja bakti
keesokan harinya. Dia juga memberanikan diri untuk berpidato di hadapan para
warga tentang masalah desanya selama ini. Ia tak lagi menghiraukan apa
penilaian warga terhadap dirinya. Yang ia tau hanyalah, ia ingin menggerakkan
hati masyarakat akan pentingnya keadaan lingkungan demi kenyamanan bersama.
***
Pagi itu suasana nampak berbeda dari
biasanya.
Penduduk desa Parakan berbondong-bondong
ke jalan-jalan desa. Mereka bergotong royong dengan tanggungjawabnya
masing-masing. Anifah sendiri menanam tanaman tahunan di pinggir jalan,
sementara warga lain ada yang membersihkan selokan, memotong rumput, menanam
pohon, atau sekedar menyiapkan makan untuk para warga yang tengah bekerja
tersebut.
Kini impian Anifah untuk membuat desanya
kembali asri, bersih, dan sehat perlahan terwujud berkat kegigihannya dan
dukungan para warga.
***
Gadis berparas manis itu pun mendapat
penghargaan dari Kepala Desa dan sekolah tempatnya menuntut ilmu. Memang
pantaslah ia mendapatkan itu semua atas
apa yang ia lakukan selama ini. Sebuah kebanggaan, kehormatan, dan pengabdian
luar biasa bagi gadis berusia 15 tahun ini. Kini ia bisa mewujudkan
keinginannya dan sahabat-sahabat di desanya, yakni menjadi pemudi agen
perubahan bagi desanya. Selesai.
Langganan:
Postingan (Atom)