Minggu, 02 Agustus 2015

Kegiatan Anak Panti

Saat ini di Panti Asuhan Yatim Putri Khoirun Nisa' ada 64 anak asuh yang dibina. Mereka berasal dari berbagai daerah. Bila dibuat kalkulasi, jumlah terbanyak adalah anak-anak yang memiliki kesempatan bersekolah sangat tipis bila tinggal di rumah.

Sebagian anak panti asuhan 

Jumat, 31 Juli 2015

Kontemplasi ...



Banyak yang memicingkan netra saat mengetahui kami anak panti asuhan
Baiklah
Mereka hanya melihat sebatas permukaan
Dan
Kami yang tahu bagaimana fakta; sebenar-benar nyata.
Di Bukit Payak-Piyungan-Yogyakarta


Minggu, 12 Juli 2015

Proyek Baru


ilustrasi; doc km




Eh, saat ini saya dan dua anak panti sedang mengerjakan proyek baru lho ...

Apa dan bagaimana hasilnya, In Sya Allah dituliskan di blog ini.
Untuk saat ini, mohon doanya saja dulu, semoga selesai sesuai deadline. Wah, tanggal 25 Juli 2015 harus sudah selesai. Penasaran? Oops. Lama-lama jadi mirip info secret, ya ...

Dalam proyek ini ada tiga nama yang terlibat dari panti asuhan :
1. Kayla Mubara (nama pena saya)
2. Anis Rinanda (mau kelas X)
3. Ryvake Sinindia (mau kelas XI)

Proyek baru berjalan 20%
Semoga bisa menyelesaikan 80 % nya dengan segera.

Senin, 06 Juli 2015

Minggu, 05 Juli 2015

Panti Asuhan di Yogyakarta

  1. P.A Sabilul Huda. Alamat: Sukunan, Jl. Kaliurang km. 17 Pakem Sleman. (0274) 895475. Pimpinan  Prawoto Agung Wiryawan, jumlah anak asuh 100 anak putra dan putri.
  2. P.A Al Hakiem. Alamat: Padasan, Pakembinangun, Pakem. (0274) 898222. Pimpinan Drs. H. Sigit Warsito. M.A. Jumlah anak asuh 90 santri putra dan putri.

Buka Bersama (3)

IMG_4484 
Dokumen pengasuh



Saya mendokumenkannya secara acak, ya? Angka tidak menunjukkan jumlah hari di bulan Ramadhan. Santai juga. Tidak akan panjang lebar, juga tinggi. Cukup sedikit, tapi menggigit. Apaan coba?

Cerpen Juara 2



 Kemarin saya sudah posting cerpen yang juara di JRB (JEC Ramadhan Berbagi). Ini dia cerpen juara keduanya. Selamat membaca ...

Agen Perubahan Desa
Anis Rinanda—PAY Khoirun Nisa’-Berbah, Sleman—Kelas 9

“Sekali lagi saya menghimbau kepada kalian semua agar bisa menjadi agen perubahan untuk desa kita. Sekian saya tutup acara pada siang hari ini. Wassalamu’alaikum.”
Kak Langen—ketua Karang Taruna desa Parakan begitu semangat menutup pertemuan rutin bersama anggotanya. Sementara itu, Anifah dan teman-temannya bergegas keluar Balai, seakan sudah tak tahan lagi dengan hawa gerah di ruangan itu. Pancaran terik matahari memang berada tepat di atas kepala.
“Ayo, Fah! Udah panas banget nih.”
Anifah mengajak Kafah yang sedang asyik membuka–buka buku catatannya.
“Iya, iya ... cerewet amat sih kamu. Ini juga mau ditaruh tas. Kenapa gak minta mamamu aja buat njemput? Aku dah gak tahan, panas banget nih,” tegas Kafah.
 Mereka berdua terus berjalan, matahari  begitu menyengat. Sepo-sepoi angin berembus menyejukkan. Hingga sampailah di perempatan—perbatasan dengan desa sebelah.
Seorang pedagan es dawet di bawah pohon Ketapang seolah menjadi surga bagi mereka yang tengah melintas. Sembari menunggu jemputan, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk memesan es dan duduk di sana.
Kedua remaja kelas tiga SMP di Banjarnegara itu tampak begitu menikmati minuman khas daerahnya. Rasa dingin bercampur manis begitu memanjakan lidah dan kerongkongan mereka. Pohon di atas mereka pun benar-benar membuat mereka betah berlama-lama di sana.  
Anifah melihat tumpukan sampah yang sangat berbau busuk di selokan air—di  pinggir jalan, hal itu membuat dirinya kehilangan selera untuk melanjutkan minum. Sementara Kafah asyik bermain dengan ponselnya, hingga tak menyadari hal tersebut.
Desa kelahirannya yang dulu begitu bersih, hijau , dan asri kini perlahan mulai kehilangan itu semua. Suara klakson sepeda motor ibunya segera menyadarkan Anifah dari lamunan. “
Ayo Fah ibumu sudah datang, jangan melamun terus” ajak Kafah kepadanya. Mereka berdua pun meninggalkan tempat itu dan segera pulang.
***
Keesokan harinya, seperti biasa, Anifah dan Kafah ke sekolah berjalan kaki. Suasana pagi begitu sejuk karena hujan yang mengguyur desa malam tadi. Ia beruntung bisa menghirup udara pedesaan seperti ini. Di tengah-tengah perjalanannya tiba-tiba Kafah terpeleset sampah yang berserakan di jalan. Kaki Kafah terkilir, hingga ia harus kembali ke rumahnya.
***
Bel tanda pelajaran berakhir pun berbunyi. Semua murid beranjak dari kelasnya pulang ke rumah masing-masing, begitupun Anifah. Pikirannya kini tertuju pada Kafah, sahabat yang biasa menemani ia selama perjalanan pulang. Namun kini ia sendiri, geram rasanya bila mengingat kejadian itu. Karena ulah orang yang tak bertanggung jawab, hingga sampah yang mereka buang mencelakakan sahabat karibnya.
Langkah kaki Anifah begitu cepat, teriknya matahari membuatnya ingin sampai di rumah. Ketika melintas di kampung sebelah ia mendapati seorang ibu rumah tangga yang tanpa ragu sedang membuang sampah ke selokan pingggir jalan. Melihat hal tersebut terpikirkan olehnya bahwa sampah itulah yang akhirnya mampir ke jalan-jalan di desanya. 
Tanpa pikir panjang dia langsung mendekati ibu tersebut.
“Maaf, Bu. Bukannya saya lancang, tapi saya mohon ibu jangan membuang sampah di sini. Sampah yang ibu buang ini kalau terbawa air nantinya ke kampung saya yang kena dampaknya”.
Anifah menegur dengan halus.
“Ko kie sapa? Esih cilik wis ngatur-ngatur wong tuwa.[2] Terserah saya mau buang sampah dimana, ini bukan urusanmu.” jawab sang ibu dengan ketus.
Anifah pun tak kalah membela diri, “Tapi, Bu, kebersihan lingkungan ini tanggungjawab bersama, ini juga demi kebaikan kita juga. Sudah sepantasnya kita saling mengingatkan.”
Sang ibu masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan perkataan Anifah.
Hati anifah begitu sedih dengan ucapan ibu tadi. Niat baiknya di tampar begitu saja. Ingin rasanya ia menyadarkan orang-orang semacam itu. Gadis berjilbab nan cantik itu segera melanjutkan perjalanannya, dalam langkahnya ia bertekad, Aku harus bertindak, aku harus bisa mengembalikan desa ini seperti dulu, gumamnya dalam hati.
***
Hari ini Minggu, pagi yang cerah menyambut Anifah. Anak seorang guru itu sudah bersolek rapi.
“Anifah, tolong belikan ikan di pasar, Ibu akan pergi ke tukang jahit.” Pinta ibunya. “Baiklah, Bu. Anifah segera berangkat.”
Tak lama menunggu, ia segera berangkat dan kembali membawa beberapa ikan segar. Namun, di tengah-tengah perjalanan pulang ...
Brak!
Terdengar suara mengejutkan, ia berusaha mencari tahu asal suara itu. Ternyata seorang wanita pengendara sepeda motor terjatuh di perempatan. Ia tampak kesulitan untuk berdiri, segera Anifah berlari memapah wanita itu ke pinggir jalan.
“Ibu tak apa?”, tanya Anifah sopan.
“Engga, gak papa kok dhe, Cuma sedikit tekilir saja, terimakasih ya.”
Ibu itu pun bangun dan memberdirikan motornya.
“Disini memang begitu, Bu. Kalau habis turun hujan selain licin, sampah pun naik ke atas jalan, makanya saya harus hati-hati.”
Sang ibu memperhatikan wajah Anifah yang tampak lelah itu. Singkat cerita ternyata wanita itu adalah ibu-ibu yang dijumpainya kemarin siang ketika tengah membuang sampah di selokan depan rumahnya.
“Bukannya kamu yang kemarin lewat di depan rumah saya, Nduk?”
“Iya betul, Bu,” jawab Anifah sopan.
“Jadi ini sampah yang kamu maksud? Yang berasal dari kampung saya? Saya benar-benar malu pada diri  sendiri. Ternyata kamu benar, maafkan ibu kalau kemarin melukai perasaanmu.”
Sang ibu bicara sambil memijat-mijat kakinya yang terkilir.
“Benar, Bu. Iya tidak apa-apa. Sudah menjadi kewajiban kita untuk saling mengingatkan,” jawab Anifah dengan senyumnya yang manis.
“Kita harus bertindak, hal ini tidak boleh terus menerus terjadi, kita harus menghimbau warga untuk bekerja bakti membersihkan kampung.”
Sang ibu begitu bersemangat, kini pikirannya telah terbuka. Ibu Salmah—nama ibu tersebut bersedia membantu Anifah mengumpulkan warga di Balai Desa setempat. Dalam hati dia bertanya, kok bertindak sendiri, ya?
“Sudah kamu tenang saja, nanti saya yang bilang ke Pak Kades tentang masalah ini, kamu tinggal membuat rencana kegiatannya saja,” tegas Bu Salmah seolah tahu yang dipikirkan Anifah.
“Wah, terimakasih banyak, Bu. saya benar-benar senang mendengarnya.”
 Suara adzan duhur kini telah berkumandang, Anifah segera memapah Bu Salmah yang masih kesakitan menuju ke masjid yang tak jauh dari tempat mereka istirahat tadi.
Dengan dukungan dan bantuan dari kawan-kawandan Ibu Salmah, Anifah mengajak para warga desa untuk bekerja bakti keesokan harinya. Dia juga memberanikan diri untuk berpidato di hadapan para warga tentang masalah desanya selama ini. Ia tak lagi menghiraukan apa penilaian warga terhadap dirinya. Yang ia tau hanyalah, ia ingin menggerakkan hati masyarakat akan pentingnya keadaan lingkungan demi kenyamanan bersama.
***
Pagi itu suasana nampak berbeda dari biasanya.
Penduduk desa Parakan berbondong-bondong ke jalan-jalan desa. Mereka bergotong royong dengan tanggungjawabnya masing-masing. Anifah sendiri menanam tanaman tahunan di pinggir jalan, sementara warga lain ada yang membersihkan selokan, memotong rumput, menanam pohon, atau sekedar menyiapkan makan untuk para warga yang tengah bekerja tersebut.
Kini impian Anifah untuk membuat desanya kembali asri, bersih, dan sehat perlahan terwujud berkat kegigihannya dan dukungan para warga.
***
Gadis berparas manis itu pun mendapat penghargaan dari Kepala Desa dan sekolah tempatnya menuntut ilmu. Memang pantaslah ia mendapatkan itu semua  atas apa yang ia lakukan selama ini. Sebuah kebanggaan, kehormatan, dan pengabdian luar biasa bagi gadis berusia 15 tahun ini. Kini ia bisa mewujudkan keinginannya dan sahabat-sahabat di desanya, yakni menjadi pemudi agen perubahan bagi desanya. Selesai.

Jumat, 03 Juli 2015

Cerpen Juara 1



Kali ini saya akan posting satu cerpen hasil lomba JRB (JEC Ramadhan Berbagi) yang pernah dibahas sebelumnya. Cerpen ini mendapatkan reward : Rp. 500.000

Kamis, 02 Juli 2015

Hasil Lomba Cerpen

Koleksi Pengurus

Masih ingat dengan seleksi cerpen yang diadakan beberapa hari lalu? Sudah ada pengumumannya lho. Mau tahu? Tunggu sebentar, saya terima telepon dulu ya ...

Setelah bersaing di panti asuhan sendiri akhirnya dikirim 3 cerpen terbaik dari hasil seleksi saya. Pada tanggal 23 berkas-berkas diambil pihak panitia ke panti asuhan. Kami berdo'a bersama untuk dapat menerima apapun keputusan juri nantinya. 

Setengah bulan menunggu, tibalah saatnya buka bersama di Hall Bima JEC--Jogja Expo Center. Entah kenapa begitu menginjakkan kaki ke dalam ruangan, tiba-tiba saya menitikkan airmata. Saya teringat 3 cerpen yang dilombakan, bagaimana nasibnya? Duh, pokoknya semacam feeling ibu kalau anaknya kenapa-kenapa.

Acara demi acara kami nikmati dengan hidmat. Sampai juga pada acara pengumuman. 
Subhanalloh, Juara 1 diraih Istiqomah dengan cerpennya yang berjudul, 'Manusia Kaleng Kerupuk' dan juara kedua Anis Rinanda, dengan cerpen 'Agen Perubahan Desa'

Selamat, ya ...

Minggu, 28 Juni 2015

Buka Bersama (2)

Bersama Mahasiswa Geofisika UPN

Beberapa motor besar parkir di dekat tempat tinggal kami. Selanjutnya ada motor lebih kecil, juga mobil. Terlihat beberapa wajah yang ceria berkumpul di dekat parkiran belakang dari panti ini. Beberapa orang mengambil tumpukan nasi kotak, dan membawanya ke aula.

Rabu, 24 Juni 2015

Branding Name (2)



  Dua hari sudah ayesa mengurus usahanya  sendiri, menambah pernak-pernik ini-itu pada tas cantiknya.
“Yes, di Batam ada juga lho tas-tas yang kayak AYERIS CRAFT. Lebih bagus, maju, terkenal juga, padahal brand itu masih baru. Namanya ALRIS CRAFT ” ucap Nita—teman Ayesa yang direkrut untuk membantunya.
“Di Batam? Kayak punya kita? Kok bisa? ”
Batam adalah tempat tujuan Risa berjualan. Dan kemarin Alan—sebagai ketua Rohis izin mengadakan pertemuan dengan keluarganya di batam. Apa maksudnya? Ayesa bergegas menuju gudang penyimpanan,hendak mengecek tas-tas plastiknya,dan mengambil notebook pentingnya yang ia sembunyikan di laci lemari sudut gudang.
“Astaghfirullahaladzim.”
Ayesa menutup mulutnya, ia benar-benar bingung. Apa Risa mengambil notebook penting berisi cara-cara pembuatan tas dan mengambil sebagian tas-tas plastik yang  di gudang.
“Nit, kamu tahu siapa yang terakhir masuk gudang? ”
Nita tetap serius menatap layar monitornya, tanpa menghiraukan pertanyaan Ayesa.
“Risa dibatam ya ,Yes? ” tanya Nita pada Ayesa tanpa beralih dari monitor yang penuh gambar-gambar tas plastik hasil buatan Ayesa.
Ayesa mendekat. Dia menatap wajah Nita. Lekat.
“Betul.”
“Ini buatanmu, kan?”
Keduanya melihat tas-tas yang persis dengan buatan Ayesa. Ayesa mengenalinya dengan baik.
“Akan kutanyakan pada Risa. Kita tidak bisa menuduhnya begitu saja.”
Nita mengiyakan. Ayesa menekan kontak Risa. Risa mengakui akan kecurangannya. Perlahan, dia menatap ke luar jendela. Rasa sakit begitu kuat menohok hatinya. Tapi, mungkin akan lebih baik berusaha memaafkan. Bagaimana pun caranya. Selesai.

Cerita sebelumnya bisa baca di sini

Buka Bersama (1)



Balon-Balon Ceria di Acara Buka Bersama dengan  Pizza Hut

Sore ini, Rabu 24 Juni 2015 ada jadwal buka bersama dengan Pizza Hut Malioboro Mall. Biasanya setiap tahun, Pizza Hut memang melakukan acara tersebut; rutin. Matahari masih bersinar, walau hangatnya tak mampu mengalahkan hawa dingin-panas-dingin. Sejak setengah bulan cuaca memberi pelukan dingin pada kami di Panti Asuhan Yatim Putri Khoirun Nisa’.
Jam 16. 30 sebuah mobil katering sudah parkir di depan masjid panti. Beberapa anak masih bersiap, lainnya sudah ada yang naik. Kebetulan acara ada di aula—lantai atas. Suami saya masih membelikan Maisan—anak pertama saya obat penurun panas dan pengurang rasa nyeri. Dari siang dia mengeluh giginya sakit.
Saya berniat ikut agar dapat menjepret beberapa gambar dan merekam kegiatan itu. Sebelumnya Byan—anak kedua saya sudah merengek minta nonton kartun di laptop. Tapi ajakan saya mampu mengalihkan keinginannya, “Ke atas yuk, Dik?” apalagi melihat kakaknya juga bangkit dar duduk serta langsung menuju keluar-naik tangga-ikut gabung.
Sebelum naik tangga, saya sudah mendengar suara khas balon bila bergesekan dengan tangan, atau balon yang sudah ditiup dengan balon lain. Saya ingat, satu tahun sebelumnya juga ada acara membentuk binatang atau boneka dari balon panjang yang sudah ditiup.
Begitu sampai di aula, saya melihat anak-anak begitu ceria menekuk, memelintir, hingga jadilah bentuk yang diinginkan. Balon-balon itu juga berwarna warni. Maisan dan Byan langsung ikut ambil bagian—mengambil beberapa balon dari tangan anak panti asuhan.
Sekitar lima belas menit sebelum adzan Maghrib, acara dimulai. Hari ini yang menjadi MC adalah Safina—dari NTT. Dia memakai baju dan kerudung hijau. Dari pintu depan (ada dua pintu yang dapat dimasuki di aula) ada Ibu Titik Yudhawati beserta dua teman yang baru masuk.  Bu Titik—demikian kami biasa memanggil, memakai kerudung warna putih. Beliau rawuh dengan senyum khasnya. Bu Titik ini yang menjadi Ibunda dari anak panti dan juga pengasuh pantinya.
Setelah membaca basmalah, Bu Titik memberi sambutan dari pihak tuan rumah, dan seorang bapak dari pihak Pizza Hut. Menurut pihak Pizza Hut, ada beberapa program berbagi yang dijalankan, yaitu : Bantuan bencana, pengobatan gratis serta berbagi di bulan suci. Yang diadakan di panti adalah yang nomor tiga.
Acara berlangsung hidmat. Saat sedang berlangsung do’a, beberapa bapak dari katering menyuguhkan teh manis hangat. Usai pembacaan do’a adzan Maghrib berkumandang. Alhamdulillah akhirnya waktu yang ditunggu datang juga.


Minggu, 21 Juni 2015

Branding Name (1)

Hello Teman-teman ...
Ada beberapa anak yang sedang belajar menulis cerpen di PAY Khoirun Nisa'. Satu di antaranya bernama Anggi Marlinda asal Banjarnegara. Dia menulis tentang usaha seorang bernama Ayesa yang mendaur ulang plastik menjadi tas-tas cantik. 

Kita dukung mereka ya ...
Yuk dibaca. Tapi, maaf. Saya postingnya dua kali. Sekarang posting yang pertama dulu. Terima kasih
...

Berita Pagi


Hari ini, Senin, 22 Juni 2015, saya baru menyerahkan berkas-berkas untuk panitia JEC--Jogja Expo Center yang berisi surat kesanggupan kehadiran buka bersama, pegantar, dan tiga naskah cerpen. Sudah lega.Seperti ada ikatan lepas yang sebelumnya menyesakkan dada. Semoga ada berita baik dari cerpen-cerpen yang diikutkan lomba.

Sementara lima anak lain; Novi, Amel, Nita, Ida, dan Izzah sedang sibuk menyiapkan sepeda hadiah dari Sedekah Rombongan, mengelap, memompa, atau hanya sekedar mengecek rem dan pedal. Mereka akan mendaftar di Cipta Bhakti Husada sebagai karyasiswa.Dua tahun sebelumnya sudah ada dua anak yang lulus dari lembaga yang sama. Kedua anak itu sudah bekerja di Apotek--di Bekasi. 

Beberapa anak yang baru lulus SMP belum mendaftar ke sekolah mana pun. Mereka sedang menunggu, ke sekolah mana akan menuju.

Apa dan bagaimanapun aktifitasnya. Semoga Allah menyertai tiap langkah kita, meluruskan bila kita mulai membelok. Semangat!




Hasil Seleksi Cerpen

Seleksi yang saya lakukan untuk cerpen di PAY Khoirun Nisa' sudah selesai. Ketiga cerpen ini akan segera dicetak dan diambil besok, Senin, 22 Juni 2015 oleh panitia. Ada tiga nama yang saya ambil. Mereka adalah ...

1. Anis Rinanda dengan judul cerpen Agen Perubahan Desa.
2. Indah Dwi Rahmawati dengan judul cerpen : Adikku;Cahya.
3. Istiqomah dengan judul cerpen : Manusia Kaleng Kerupuk.

Bagi tiga naskah lain yang belum masuk bisa diedit. Kalau sudah selesai bisa diposting di blog. Tetap semangat, ya ...
Masih banyak kesempatan, terus belajar, dan belajar. Sukses untuk kita semua.


TTD
Khulatul Mubarokah--Pecinta dunia literasi

Nilai Matematika

Namanya Anis Rinanda. Dia berasal dari Banjarnegara; anak baru datang di pantiasuhan ini. Menurut data yang ada, dia termasuk dhu'afa (kurang mampu). Anaknya ceria, kedua netranya bulat; bercahaya. Agaknya saya sedikit berlebihan, tapi inilah kenyataan.

Dia memiliki nilai UN untuk mata pelajaran Matematika 100.
Saat ini dia juga sedang ikut seleksi untuk lomba cerpen besok di JEC (02-Juli-2015). Menurut saya, dia anak yang multi talenta. Diberi sedikit arahan langsung ON. Subhanallah.

Semoga sukses selalu ya ...

Tak lupa do'a yang sama untuk teman-teman yang lain. Saya yakin, kalian semua memiliki keunikan masing-masing, hanya saja, dunia belum melihatnya.